Satu desa wisata di Bali yang cukup populer yaitu Desa Penglipuran bakal dibuka kembali. Desa Penglipuran yang masuk dalam desa terbersih di dunia bisa dikunjungi wisatawan. Pembukaan Desa Penglipuran dijelaskan langsung oleh Bendesa Adat Penglipuran, I Wayan Supat, Kamis (15/10/2020).
Pihaknya menjelaskan, tutupnya Desa Wisata Penglipuran berawal saat merebaknya pandemi Covid 19 pada bulan Maret lalu. Kondisi ini menyebabkan kekhawatiran di kalangan masyarakat, sehingga berdasarkan hasil paruman disepakati untuk menutup atau tidak menerima kunjungan bagi wisatawan yang datang ke Desa Wisata Penglipuran, Bangli, Bali. Sementara keputusan untuk membuka kembali, Supat mengatakan, karena ada linierisasi dengan kebijaksanaan Pemerintah.
Mulai dari dari SE Gubernur Bali No. 3355 Tahun 2020 tentang pelaksanaan protokol kesehatan dalam tatanan kehidupan era baru. “Itu kan ada 14 sektor yang diizinkan, dan salah satunya pariwisata,” ungkapnya. Landasan kedua, untuk dibuka kembali pada masa pandemi desa wisata harus memenuhi protokol kesehatan.
Sehingga perlu ada sertifikasi dari tim verifikasi terhadap tersedianya protokol kesehatan yang ada di masing masing objek. Khususnya di Penglipuran, Supat mengaku sudah mendapatkan sertifikasi dari tim verifikasi, dan dinilai layak untuk dikunjungi. “Yang ketiga dasar kami kembali membuka objek, adalah hasil paruman krama Desa Adat Penglipuran tanggal 14 Oktober. Pada intinya Penglipuran mulai tanggal 17 Oktober ini akan dibuka kembali untuk kegiatan aktifitas pariwisata,” jelasnya.
Pada tanggal 17 Oktober, Penglipuran dibuka seperti biasa. Para pengunjung juga diperbolehkan untuk masuk ke rumah rumah warga, namun tetap dengan pelaksanaan protokol kesehatan. Seperti tetap mengenakan masker dan menerapkan jaga jarak.
Diketahui Bupati Bangli telah menerapkan penggratisan retribusi masuk objek wisata hingga akhir tahun 2020 ini. Disinggung terkait hal tersebut, Supat mengaku telah mengetahuinya. Namun demikian, pihaknya tidak bisa menerapkan hal tersebut ke Penglipuran.
Terlebih dengan melaksanakan protokol kesehatan, menurut Supat kan tidak mungkin pihaknya tidak mengeluarkan biaya. Bahkan diakui selama tidak beroperasi pihaknya tetap mengeluarkan biaya untuk petugas keamanan, hingga persiapan fasilitas pendukung protokol kesehatan untuk proses sertifikasi. “Paling tidak setiap harinya ada empat orang tenaga yang menjaga agar tamu tidak masuk karena kami dalam kondisi tutup. Karenanya walaupun tidak diterapkan retribusi, kami akan menerapkan dana punia atau sumbangan,” tandasnya. (*).