Bank sentral Amerika Serikat, The Federal Reserve akan mengadakan FOMC Meeting pada Selasa Rabu, 15 16 September 2020. Kemudian disusul Bank Indonesia (BI) yang akan melaksanakan Rapat Dewan Gubernur BI (RDG BI) pada Rabu Kamis, 16 17 September 2020. Berdasarkan CME FedWatch Tool, pelaku pasar memprediksi, tingkat suku bunga acuan The Fed bakal tetap dipertahankan pada level 0 25 persen.
Kepala Riset Bahana Sekuritas Lucky Ariesandi dan Kepala Riset FAC Sekuritas Indonesia Wisnu Prambudi Wibowo juga melihat, The Fed akan mempertahankan suku bunganya di level saat ini. "Pasalnya, suku bunga acuan The Fed saat ini sudah rendah. The Fed nampaknya akan mengeluarkan stimulus moneter lainnya," kata Wisnu saat dihubungi Kontan.co.id, Minggu (13/9/2 20). Untuk dalam negeri, Wisnu juga memperkirakan, BI bakal mengambil keputusan yang sama seperti Agustus 2020, yakni mempertahankan suku bunga di posisi 4%.
Mengingat, BI sudah empat kali menurunkan suku bunga sepanjang tahun ini, masing masing sebesar 25 basis point (bps) dari awalnya 5% menjadi 4%. Alhasil, apabila BI kembali menurunkan BI 7 day (Reverse) Repo Rate, maka akan menimbulkan risiko yang cukup besar. Di sisi lain, Lucky justru melihat kemungkinan bahwa BI akan kembali memotong suku bunga acuan karena adanya deflasi pada Agustus 2020.
Sebagai informasi, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, telah terjadi dua kali deflasi pada tahun ini, yakni sebesar 0,1% pada Juli 2020 dan 0,05% pada Agustus 2020. Meski begitu, Lucky menilai, sentimen suku bunga BI tidak berpengaruh besar ke pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG). "Reaksi pasar harusnya netral atas sentimen ini," ucap Lucky. Menurut dia, sentimen yang menyetir pergerakan IHSG ke depannya masih berasal dari penerapan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) di DKI Jakarta, apakah bakal berakhir setelah dua minggu ke depan atau diperpanjang lagi.
Di samping itu, arah IHSG juga akan dipengaruhi oleh hasil kinerja emiten kuartal III 2020 yang bakal banyak dirilis pada Oktober mendatang. "Pasalnya, kinerja emiten ini dapat menjadi indikator pemulihan ekonomi dan acid test untuk ekspekstasi pertumbuhan laba dari para analis," ungkap Lucky. Wisnu juga melihat, IHSG dalam jangka menengah ini lebih digerakkan oleh penetapan PSBB DKI Jakarta. Ia memprediksi, volatilitas IHSG akan cukup tinggi dengan kecenderungan koreksi lanjutan pada September 2020.
"Seiring dengan peningkatan kasus baru Covid 19 dan PSBB total, resesi sudah di depan mata. Mengingat, 70% perdearan uang di Indoensia ada di Jakarta dan kontribusi pertumbuhan ekonomi Jakarta termasuk yang terbesar di Indonesia," kata dia. Ia memperkirakan, pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal III 2020 berkisar antara 2% sampai 4%. Wisnu memprediksi, IHSG masih akan cenderung volatile pada pekan ini karena ruang geraknya masih cukup lebar, yakni berada dalam rentang support di 4.765 dan resistance 5.100.
Karena ketidakpastian yang meningkat dan potensi koreksi lanjutan ini, Wisnu menyarankan pelaku pasar untuk menyiapkan cash. Dengan begitu, saat mendapatkan momentum penurunan IHSG, investor bisa mengakumulasi saham saham dengan harga murah. Dia merekomendasikan investor untuk mengoleksi saham saham barang konsumsi serta telekomunikasi yang memiliki potensi pertumbuhan berkelanjutan, seperti INDF, ICBP, dan SIDO, serta TLKM dan EXCL.
Sementara dalam jangka pendek, Lucky memprediksi IHSG akan kembali naik setelah sempat turun 5,01% pada Kamis (10/9/2020). "Ini saatnya akumulasi beli saham dengan valuasi yang murah. Pasalnya, Indonesia sudah jauh lebih dekat ke vaksin dan suku bunga rendah menjadikan investor sulit mencarireturnyang memadai darifixed income," kata Lucky.