Menurut Data 22 Juni Ada 894 Kasus Positif Covid-19 di Desa Dari 46.845 Kasus Nasional Wamendes

Wakil Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Wamendes PDTT) Budi Arie Setiadi mengatakan jika kasus positif Covid 19 di desa sangat sedikit dibanding dengan wilayah perkotaan. Bahkan, angka positif Covid 19 di desa kurang dari 1.000 kasus. Hal itu disampaikan Budi Arie dalam webinar bertajuk Sinergi Gerak Masyarakat Menghadapi Dampak Adaptasi Kebiasaan Baru melalui virtual, Selasa (23/6/2020).

“Yang mengembirakan kasus positif Covid 19 di desa lebih rendah dari yang ada di perkotaan. Menurut data per 22 Juni, di desa hanya ada 894 warga yang positif Covid 19 dari keseluruhan 46.845 angka nasional,” kata Budi Arie. Wamendes pun memperkirakan angka tersebut hanya sekitar dua persen warga desa yang terinfeksi Covid 19 dari keseluruhan angka nasional yang dilaporkan Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid 19. “Hanya sekitar dua persen saja yang melanda warga di perdesaan,” ucapnya.

Menurut Budi, angka positif Covid 19 di Desa bisa dikendalikan dengan baik. Terlebih, pada Idul Fitri tahun 2020, pemerintah telah melarang masyarakat untuk mudik ke kampung halaman. Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Doni Monardo menyampaikan penanganan Covid 19 dalam rapat kerja bersama Komisi VIII DPR RI, Selasa (23/6/2020).

Ketua Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid 19 ini menekankan pentingnya kampanye protokol kesehatan penanganan Covid 19. Menurutnya, hal itu tidak cukup dilakukan pemerintah pusat dan tidak cukup hanya menggunakan istilah asing. "Kami mengajak seluruh komponen masyarakat di seluruh daerah untuk bisa menjelaskan tentanf Covid 19 ini dengan menggunakan bahasa lokal dan bahasa daerah, (karena) rakyat kita tidak tahu itu apa itu physical distancing, apa itu sosial distancing bahkan sekarang apa itu New Normal," ucap Doni.

Doni mengingatkan saat ini memasuki era New Normal. Ia mengingatkan makna new normal bukan berarti normal seperti sebelum adanya pandemi karena pandemi Covid 19 saat ini belum selesai. Karena itu, ia mengajak masyarakat untuk saling mengingatkan penerapan protokol kesehatan.

"Beberapa di antara mereka mengatakan, menganggap ini sudah normal lagi, sehingga mereka merasa Covid 19 ini sudah selesai, dan bahwa sampai hari ini Covid 19 belum berakhir," ujarnya. "Ini yang senantiasa harus kita kampanyekan setiap detik, menyampaikan pesan kepada masyarakat untuk taat pada protokol Kesehatan adalah ibadah karena kalau ini bisa disampaikan dan rakyat mau menuruti, maka bisa menghindari risiko," tambahnya. Tim Komunikasi Publik, Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid 19, Dokter Reisa Broto Asmoro mengatakan berdasarkan hasil penelitian yang diterbitkan jurnal ilmiah Lancet protokol jaga jarak atau physical distancing dapat menurunkan risiko penularan Covid 19 hingga 85 persen.

Dalam jurnal tersebut menurut dokter Reisa disebutkan bahwa jarak yang aman adalah 1 meter dari satu orang dengan orang lain. "Ini merupakan langkah pencegahan terbaik bisa menurunkan risiko sampai dengan 85 persen," kata Dokter Reisa di Media Center Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid 19, Graha Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Jakarta, Rabu (10/6/2020). Menurutnya, protokol jaga jarak sebagai upaya memutus mata rantai penyebaran Covid 19 paling efektif menurunkan transmission rate atau angka penularan.

Terutama, ketika berada di ruang publik, seperti transportasi umum. Sebagaimana diketahui virus SARS CoV 2 menular atau ditularkan melalui droplet atau percikan air liur. Maka dalam hal ini, dokter Reisa juga menyarankan agar masyarakat tetap menggunakan masker saat harus keluar rumah, terutama apabila menggunakan layanan transportasi publik.

"Virus corona jenis baru penyebab Covid 19 menular melalui droplet atau percikkan air liur, maka wajib semua orang menggunakan masker, terutama ketika menggunakan transportasi," jelasnya. Selanjutnya apabila terpaksa menggunakan transportasi umum, dokter Reisa mengimbau masyarakat agar menghindari memegang gagang pintu, tombol lift, pegangan tangga, atau barang barang yang disentuh orang banyak. Kalau terpaksa, maka harus langsung cuci tangan.

"Apabila tidak memungkinkan, menggunakan air dan sabun, maka dapat menggunakan hand rub dengan kadar alkohol minimal 70 persen," katanya. Kemudian, dia juga mengingatkan agar masyarakat tidak meletakkan barang barang bawaan atau tas di kursi atau lantai transportasi umum. Selain itu, mengkonsumsi makanan atau minuman di transportasi umum juga sebaiknya tidak dilakukan, sebab dapat terkontaminasi.

"Hindari menggunakan telepon genggam di tempat umum, terutama apabila berdesakan dengan orang lain, sehingga tidak bisa menjaga jarak aman," jelasnya. "Hindari makan dan minum, ketika berada di dalam transportasi umum. Hal ini bertujuan untuk menghindari kontaminasi, apalagi kalau menggunakan tangan yang tidak bersih," tambah dokter Reisa.

Leave a Reply

Your email address will not be published.